Curahan Hati Istri di Masa Pandemi
Adakah survei atau riset nasional maupun internasional yang menerangkan siapa orang yang paling menderita saat pandemi saat ini ?
Apakah jawabanya seorang istri ?
saya berharapa banyak yang mengamini riset gampang-gampang saya ini. Bukan
perkara kok bisa ? dan kenapa ? saya bisa mengambil kesimpulan secepat kilat
akan hal ini.
Bagaimana tidak ?
Bagi seorang ibu rumah tangga,
sebelum pandemi covid 19, mereka sudah dijejali dengan serangkaian kegiatan
tetek bengek rumah tangga, mulai dari bangun tidur, mereka sudah junggling di
dapur. Menyiapakan sarapan bagi seisi rumah. Menu seadanya atau makanan sisa
semalam, sudah tersaji di meja makan. Setelah sarapan beres bisa jadi ibu rumah
tangga menjelma jadi pembalap jalanan, mereka membelah jalanan aspal untuk
mengantar buah hati mereka bersekolah. Selepas mengantar anak sekolah tugas
selanjutnya adalah mencuci piring, cuci baju, menyetrika dan sederet pekerjaan lainnya
yang dianggap remeh temeh bagi sebagaian orang .
Sudah bisa dibayangkan betapa
sibuknya mereka. Para ibu-ibu tersebut harus bisa mengatur jadwal dari kegiatan
satu ke kegiatan lainnya secara rinci dan tepat sasaran. Kalau dibandingkan
dengan syuting striping sinetron suara hati istri, wah...mereka sebelas
duabelas lah penderitaannya.
Nah...di masa pandemi saat ini
tugas mereka nggak malah berkurang, parahnya lagi tugas para penggerak dapur
rumah tangga ini semakin membuat tensi darah naik. Bagaimana tidak ? sederet
perbendaharaan kata baru mulai dari daring, luring, online, zoom dan banyak
istilah lain semakin membuat mereka kelolotan. Dari awalnya mereka hanya
melototin hape untuk melihat medsos facebook, instagram, resep masakan, whats app,
portal berita gosip atau belanja online yang beraninya Cuma masukin keranjang
tapi ga berani checkout, saat ini mereka terpaksa dijejali pembelajaran daring
dari sekolah si anak. Mau sambat, tapi ya fenomena ini merebak seantero
Indonesia bahkan dunia. Kata daring berubah menjadi darting (Darah Tinggi).
Bagaimana tidak darting, lha wong ngajarin anak belajar tak ubahnya seperti pergi
perang di arena gladiator. Menaklukan mahluk kecil agar mau mengerjakan
tugas-tugas sesuai arahan gurunya sungguh menguras emosi. Perang mulut, adu
argumen sampai teriakan isak tangis tak lupa mewarnai hari-hari para ibu-ibu
saat ini. Jiwa ibu-ibu yang sejatinya menjadi madrasah pertama bagi anaknya
meronta-ronta ingin memungkiri hal itu.
Belum lagi ditambah bila anggota
keluarga yang bersekolah lebih dari dua dan kesemuannya menggunakan gawai dalam
proses pembelajaran. Rasanya kepala udah mau pecah bukan ? satu sisi terkendala
biaya untuk beli gawai, sisi lainnya kebutuhan akan sekolah daring semakin
mendesak tak terkendali. Belum lagi ditambah pengeluaran yang semakin melonjak
naik, terutama kebutuhan beras yang meroket 3 kali lipat dari waktu sebelum
pandemi disusul dengan pengeluaran yang tak diduga dari sumber bernama kuota.
Kita semua tahu bahwa pemerintah telah mengeluarkan kebijakan kuota gratis
untuk para siswa, atau bahkan bantuan pulsa dari pihak sekolah, akan tetapi
dengan aktivasi atau registasi yang lumayan mbulet dan ruwet pulsa kita pun
lenyap tak bersisa untuk persyaratan aktivasi ini dan itu.
Bantuan-bantuan kuota itupun tak
tepat sasaran. Mereka hanya membantu pemberian kuota untuk aplikasi
pembelajaran tertentu, bagaimana kalau pembelajarannya menggunakan grup whats
app yang biayanya tidak tercover pada bantuan pemerintah tadi, owh....tentu
saja hal itu kembali lagi menjadi dilema ibu-ibu.
Pengeluaran yang tak kalah bikin
mata melotot adalah biaya listrik. Listrik lagi-lagi jadi kambing hitam
kesalahan, bagaimana tidak ? aktivitas menghidupkan gawai beserta alat
elektronik lainnya ketika semua anggota keluarga berada di rumah, tentu saja
tak bisa dihalau. Sedangkan pendapatan yang bersumber dari suami semakin lama
semakin surut, karena penerapan kebijakan di tempat kerja suami mulai dari work
from home, pengurangan jam kerja dan yang paling parah adalah kebijakan PHK
dari perusahaan.
Fenomena demikian membuat istri terseok-seok
memutar dadu kehidupan rumah tangga, mereka harus atur strategi memainkan peran
berapa langkah harus mundur berapa langkah harus maju. Hal itu dilakukan untuk
mencukupi dana guna mengayuh biduk rumah tangga.
Covid 19 sungguh fenomena yang maha
dahsyat yang mampu mengubah seluruh tatanan dunia yang ada. Mulai dari membuat
carut marut dunia pendidikan dari sistem tatap muka menjadi tatap layar.
Mengubah tatanan sosial masyarakat dari yang suka berkumpul sekarang menjadi
menjaga jarak, dari yang suka lebih nikmat makan di tempat berubah menjadi
sistem take away, dan sederet tatanan protokol kesehatan lainya. Begitupun pendapatan
rumah tangga dari yang lancar menjadi seret tentunya harus disikapi lebih
cerdas lagi, akan tetapi apakah ibu-ibu saat ini masih bisa berfikir cerdas untuk
keluar dari terowongan gelap ini ?
Mari kita berdoa bersama para
ibu-ibu, karena konon doa istri yang tersakiti akan diijabah Allah SWT. Semoga
kita bisa segera lepas dari jerat pandemi ini. Anak-anak kembali bersekolah
layaknya sekolah pada arti sebenarnya. Pendapatan suami semakin membaik yang
berimbas pada kewarasan ibu-ibu dalam mengurus rumah tangga, aamiin....
Comments
Post a Comment