MEMBACA MASA LALU PERUBAHAN DI MASA DATANG

(Ditulis Untuk Memperingati Hari Aksara Internasional 8 September dan Hari Kunjung Perpustakaan Pada 14 September)

Hari Aksara Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 September menjadi momentum tolok ukur sebuah kemajuan bangsa. Hal ini bisa diukur dari tingkat buta aksara di negara itu, bila tingkat buta aksara rendah maka majulah negara tersebut. Sedangkan bila prosentase buta aksara tinggi, maka bisa dikatakan negara tersebut masih tertinggal. Lantas, bagaimana tingkat buta aksara di Indonesia saat ini? Menurut Mendikbud Muhadjir Efendi pada peringatan Hari Aksara Internasional, 2017 di GOR Ewangga Kabupaten Kuningan Jawa Barat, tingkat buta aksara di Indonesia sudah mengalami penurunan drastis yaitu tinggal 2,07 % untuk negara yang jumlah penduduknya terbesar ke-4 di dunia. Itu artinya bahwa sekitar 97,93 % warga Indonesia telah melek aksara. Melek Aksara tidak hanya bisa membaca, menulis dan berhitung saja tetapi perlu dipastikan bahwa seseorang tersebut haruslah betul-betul mengerti dan memahami apa yang dibacanya. Begitu juga dengan menulis, perlu dipastikan ia mengerti dengan apa yang ditulisnya, dan juga dengan berhitung
Dengan keberhasilan pengentasan dari buta aksara harusnya ada tindak lanjut, agar masyarakat memiliki budaya menulis, membaca dan berhitung atau yang marak digaungkan pada saat ini adalah budaya literasi, lantas tindakan apa yang dilakukan agar keberhasilan pengentasan buta aksara ini tak hanya terhenti sampai bisa membaca, menulis dan berhitung saja, akan tetapi berlanjut sampai pada budaya literasi ? Hal tersebut tak bisa lepas dari peran perpustakaan sebagai penyedia informasi.
PERPUSTAKAAN SEBAGAI AGEN LITERASI
Perpustakaan Sekolah saat ini telah bertransformasi menjadi penyedia jasa informasi & agen perubahan dalam membangun peradaban. Ciri peradaban yang baik adalah masyarakatnya memiliki kesadaran pentingnya membaca demi meningkatkan kualitas diri. Untuk membangun peradaban tersebut Perpustakaan  tak hanya menyediakan buku, majalah, surat kabar untuk dibaca secara langsung akan tetapi saat ini banyak perpustakaan yang menyediakan informasinya melalui E-book atau koleksi digital yang memerlukan piranti gawai untuk membacanya. Inovasi terbaru dari Perpustakaan saat ini adalah, banyak Perpustakaan yang mengadakan kegiatan untuk mengasah skill para pemustakanya, contohnya workshop penulisan, workshop pembuatan video, workshop kerajinan tangan dan workshop lainya. Kegitan-kegiatan itu dilakukan untuk menjadikan warga sekolah menjadi literate, sehingga mereka tak hanya berwawasan luas saja akan tetapi memiliki skill yang mumpuni. Layanan lainya yang dimiliki perpustakaan saat ini adalah maraknya pembuatan sudut baca, hutan baca, Perpustakaan Kelas serta fasilitas baca lainya yang memudahkan siswa atau warga sekolah untuk mengakses informasi. Hal ini semata-mata untuk meningkatkan kualitas hidup warga sekolah. Pemanfaataan Perpustakaan secara maksimal akan sangat membantu terciptanya budaya literasi di sekolah. Adapun pengertian Literasi Sekolah dalam konteks GLS (Gerakan Literasi Sekolah) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis dan/atau berbicara.
Sesuai dengan tujuan GLS maka mindset datang ke perpustakaan untuk membaca harusnya sudah berkembang menjadi datang ke perpustakaan untuk melakukan kegitan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perpustakaan bertujuan untuk membangun budaya literasi yang kuat di sekolah. Singkat kata Bila kita sudah sering membaca, mengapa tak mencoba untuk menulis, bila kita sering melihat film atau video kenapa tak mencoba untuk membuatnya. Atau bila kita menjadi pengonsumsi mengapa tak mencoba menjadi produsen. Istilah-istilah inilah yang ingin diwujudkan dalam bentuk nyata oleh Perpustakaan. Perpustakaan senantiasa berusaha memfasilitasi segala kebutuhan para pemustakanya. Oleh karena itu perpustakaan harus siap dan mampu memenuhi kebutuhan informasi pemustaka, dengan mengadakan pelatihan atau workshop keterampilan yang disukai warga sekolah. Dengan solusi tersebut makan perpustakaan telah membantu kegiatan Literasi Sekolah, yang tujuannnya adalah menjadikan seluruh warga sekolah sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Dengan adanya gerakan literasi sekolah, sama artinya kita telah membangun karakter warga sekolah untuk menghadapi perubahan zaman dan tantangan teknologi. Pada masa mendatang diharapkan siswa tak hanya berperan sebagai pencari kerja semata, akan tetapi siswa diharapkan menjadi pencipta lapangan kerja. Hal itu bisa terlaksana dengan kondisi yang dibangun sejak awal yaitu dengan budaya literasi di sekolah, yang bisa mendatangkan serta menumbuhkan inspirasi dan kreativitas untuk menciptakan sesuatu.


Tulisan saya yang ini berhasil dimuat di majalah Media (Majalah pengembangan pendidikan provinsi Jatim) Edisi September 2018.

Comments

Post a Comment

Popular Posts